Health

[Kesehatan][bleft]

Lifestyle

[Lifestyle][twocolumns]

Hobby

[Hobi][grids]

Tips untuk Menghindarkan Anak dari Jajanan TIdak Sehat di Sekolah

Foto: republika.co.id
Fenomena menjamurnya jajanan sekolah, terutama di sekolah dasar-sekolah dasar adalah hal yang biasa. Anak-anak menyukainya karena rasanya enak dan harganya cukup murah, pas dengan uang jajan yang mereka bawa dari rumah. Hanya saja, yang perlu diperhatikan adalah kesehatan jajanan tersebut.

Dokter Spesialis Anak, Rachmat Sentika menuturkan, makanan sehat yang dikonsumsi oleh anak-anak adalah salah satu hal yang paling menentukan masa depan mereka. “Penelitian membuktikan bahwa sebagian besar jajanan anak-anak di sekolah sangat tidak sehat,” kata dr Rachmat. Untuk jajanan di kantin kata dia, masih bisa dipertanggungjawabkan kesehatannya, namun jajanan yang di luar gedung sekolah harus benar-benar dihindarkan dari anak-anak.

Menurut dr Rachmat, sebagian besar jajanan anak-anak yang tanpa pengawasan pihak berwenang mengandung zat aditif yang membuat anak-anak ketagihan. Di samping itu, jajanan ini juga biasanya sama sekali jauh dari sehat. Apalagi jajanan di pinggir jalan, yang selain mengandung zat berbahaya juga tercampur oleh debu jalanan. Zat lain yang gampang ditemukan pada jajanan anak-anak adalah boraks dan rhodamin.

Zat seperti borax biasanya ditemukan pada jajanan bakso, rhodamin pada kerupuk dan banyak zat pewarna tekstil pada makanan yang menggunakan zat pewarna. Ia menjelaskan, zat-zat tersebut akan memberikan dampak berbahaya bagi anak-anak, yakni kerusakan pada otak. Awalnya hanya gangguan ringan, namun lama-kelamaan akan semakin merusak. “Akibatnya, pada persaingan pasar dunia kelak, kita akan memiliki generasi yang berbadan sehat tapi otaknya bodoh,” katanya. Untuk itu, dr Rachmat menganjurkan agar para orang tua membekali anak-anak mereka makanan yang dibuat di rumah dan menghindarkan dari kebiasaan jajan.

Sebuah hasil penelitian, kata dia mengungkapkan fakta bahwa masih cukup banyak anak-anak Indonesia saat ini yang memiliki gizi di bawah standar.  Hasil penelitian perhimpunan dokter anak mislanya menemukan, sebanyak 17,9 persen anak-anak mengalami gizi kurang dan sebanyak 5,9 persen mengalami gizi buruk. Salah satu penyebabnya adalah kebiasaan jajan sembarangan.

Sementara itu, anak-anak yang membawa bekal ke sekolah hanya sebagian kecil, yakni sebanyak 20 persen dan sisanya membawa uang jajan. Anak-anak yang kebiasaan jajan inilah yang dinilai akan mengalami kekurangan nutrisi karena kebiasaan makan seenaknya. Hal ini, kata dr Rachmat bertentangan dengan program pemerintah yangakan mencanangkan Generasi Emas pada tahun 2045 mendatang. “Karena generasi tersebut adalah generasi yang saat ini masih anak-anak usia sekolah,” katanya.          
  
Beri Penjelasan pada Anak tentang dampak negatif jajan sembarangan
Anak-anak selalu penuh perasaan ingin tahu dan penasaran terhadap segala hal. Berilah penjelasan yang baik dan gampang dimengerti oleh anak, jangan melarang jajan tanpa penjelasan apa-apa.
 
Jangan biasakan anak-anak membawa uang jajan ke sekolah
Jika sudah memberi pemahaman kepada anak, langkah selanjutnya adalah, jangan membiasakan anak membawa uang. Uang jajan yang berlebihan akan membuat anak tergoda untuk jajan seperti teman-temannya yang lain. 

Buatkan bekal
Biasakanlah membuat bekal makanan sehat yang bisa dibawa anak-anak ke sekolah, termasuk minuman dan air untuk mencuci tangan. Anda bisa menanyakan kepada anak, bekal apa yang ia inginkan untuk di sekolah. Buatkan makanan yang bervariasi setiap harinya. Tak lupa,beri penjelasan tentang kandungan gizi yang terdapat dalam bekal yang telah Anda buatkan tersebut.
 
Hindarkan anak dari makanan cepat saji dan yang terlalu banyak mengandung msg
Sudah bukan rahasia lagi, msg adalah bahan makanan yang merusak fungsi otak dan merugikan kesehatan, termasuk menyebabkan kegemukan.
 
Biasakan mengecek kebiasaan dan lingkungan anak di sekolah
Biasakanlah menanyakan apa saja yang dilakukan anak di sekolah, termasuk memperhatikan perkembangan kemampuan anak dalam mengerjakan tugas sekolah.

No comments: